Gue mau dong rekaman kayak penyanyi beneran" ungkap Benyamin Sueb kepada Harry Sabar, di tahun 1992. Maka, bersama Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya, jadilah band Al-Haj dengan album Biang Kerok. Inilah band dan album terakhir Benyamin. "Di lagu itu, entah kenapa, Ben menyanyi seperti berdoa, khusuk.Coba saja dengar Ampunan," jelas Harry, sang music director.
"Gue mau dong rekaman kayak penyanyi beneran" ungkap Benyamin Sueb kepada Harry Sabar, di tahun 1992. Maka, bersama Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya, jadilah band Al-Haj dengan album Biang Kerok. Inilah band dan album terakhir Benyamin. "Di lagu itu, entah kenapa, Ben menyanyi seperti berdoa, khusuk.Coba saja dengar Ampunan," jelas Harry, sang music director. "Mungkin sudah tahu kalau hidupnya tinggal sebentar," imbuhnya. Memang betul, setelah album itu keluar, Benyamin sakit keras, dan rencana promosi ditunda-dan tak pernah lagi terwujud kecuali beberapa pentas. Di album ini, Benyamin menyanyi dengan "serius". Tetapi, lagi-lagi, seserius apa pun, tetap saja orang-orang yang terlibat tertawa terpingkal-pingkal saat Benyamin rekaman lagu I’m a Teacher dan Kisah Kucing Tua dengan penuh improvisasi. Sementara lagu Dingin Dingin Dimandiin dan Biang Kerok bernuansa cadas. Dan Ampunanmu kental dengan progressive rock, diantaranya nuansa Watcher of the Sky dari Genesis era Peter Gabriel.
Yang menarik, masih menurut Harry, saat Benyamin menonton Earth, Wind, and Fire di Amerika-saat menjenguk anaknya yang kuliah disana-dia langsung komentar:"Nyanyi yang kayak gitu, asyik kali ye?", dan nuansa itu pun hadir di beberapa lagu di album itu, salah satunya dengan sedikit sentuhan Lady Madonna dari The Beatles.
Agaknya semua media sudah memuat profil, prstasi, dan kelegendarisan sang Ikon betawi ini.. Lantas, apa yang tersisa. Ape ye yang tersisa dari budayawan betawi yang wafat 5 September 1995 ini?
Seniman asli Betawi kelahiran Kemayoran, 5 Maret 1939 ini main film dengan judul yang menjual namanya--sedikit sekali film di Indonesia yang menjual nama bintangnya, tercatat diantaranya Benyamin, Bing Slamet,Ateng, dan Bagyo. Judulnya, antara lain Benyamin Biang Kerok (Nawi Ismail, 1972), Benyamin Brengsek (Nawi Ismail, 1973), Benyamin Jatuh Cinta (Syamsul Fuad, 1976), Benyamin Raja Lenong (Syamsul Fuad, 1975), Benyamin Si Abunawas (Fritz Schadt, 1974), Benyamin Spion 025 (Tjut Jalil, 1974), Traktor Benyamin (Lilik Sudjio, 1975), Jimat Benyamin (Bay Isbahi, 1973), dan Benyamin Tukang Ngibul (Nawi Ismail,1975).
Dia juga main di film seperti Ratu Amplop (Nawi Ismail, 1974), Cukong Blo'on (Hardy, Chaidir Djafar, 1973),Tarsan Kota (Lilik Sudjio, 1974),Samson Betawi (Nawi Ismail, 1975), Tiga Janggo (Nawi Ismail, 1976)--,Tarsan Pensiunan (Lilik Sudjio, 1976), Zorro Kemayoran (Lilik Sudjoi, 1976). Sementara Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) membuat dirinya, dan Rima Melati, meraih Piala Citra 1973, selain karena Si Doel Anak Modern yang digarap Sjuman DJaya.Benyamin juga membuat perusahaan sendiri bernama Jiung Film--diantara produksinya Benyamin Koboi Ngungsi (Nawi Ismail, 1975)--bahkan menyutradarai Musuh Bebuyutan (1974) dan Hippies Lokal (1976).
Tetapi, jangan salah, Encing Ben tidak menjadi bintang utama di setiap filmnya. Seperti layaknya semua orang,ada proses dimana Encing Ben "hanya" menjadi figuran atau paling mentok actor pembantu. Dalam hal ini, paling tidak ada dua nama yang patut disebut, yaitu Bing Slamet dan Sjuman Djaya. Walau sudah merintis karir sebagai "bintang film" lewat film perdananya, Banteng Betawi (Nawi Ismail,1971) yang merupakan lanjutan dari Si Pitung (Nawi Ismail, 1970), tetapi kedua nama besar itulah yang mempertajam kemampuan akting Encing Ben
Dalam "berguru" dengan Bing Slamet, Benyamin tidak saja bekerja sama dalam hal musik-seperti dalam lagu Nonton Bioskop dan Brang Breng Brong. Tapi dalam hal film pun dilakoninya. Terlihat dengan jelas, di film Ambisi (Nya Abbas Acup, 1973) -sebuah "komidi musikal" yang diotaki oleh Bing Slamet-Benyamin menjadi teman sang actor utama, Bing Slamet menjadi penyiar Undur-Undur Broadcasting. Di film ini, sudah terlihat gaya "asal goblek" Encing yang penuh improvisasi dan memancing tawa. Di sini, dia berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Tukang Sayur. Tetapi, sebenarnya, setahun sebelumnya, Encing Ben juga diajak ikutan main Bing Slamet Setan Djalanan (Hasmanan, 1972). Karena itulah, saat sahabatnya itu wafat pada 17 Desember 1974, Encing Ben tak dapat menahan tangisnya.
Dengan Sjuman Djaya, Encing Ben diajak main Si Doel Anak Betawi (Sjuman Djaya, 1973). Dirinya menjadi ayah si Doel, yang diperankan oleh Rano Karno kecil. Perannya serius tapi, seperti stereotipe orang Betawi, kocak dan tetap "asal goblek". Adegan terdasyat film ini adalah saat pertemuan antara abang-adik yang diperankan olehs Benyamin dan Sjuman Djaya sendiri, terlihat ketegangan dan kepiawaian akting keduanya yang mampu mengaduk-aduk emosi penonton. Talenta itu direkam oleh ayah dari Djenar Maesa Ayu dan Aksan Syuman, dan dua tahun kemudian Encing Ben pun main film sekuelnya, Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975). Kali ini Encing Ben menjadi bintang utamanya, dan meraih Piala Citra!
Yang menarik, lebih dari dua puluh tahun kemudian Rano Karno membuat versi sinetronnya. Castingnya nyaris sama: Rano sebagai Si Doel, Benyamin sebagai ayahnya-selain theme songnya dan settingnya yang hanya diubah sedikit saja. Lagi-lagi Encing Ben menjadi actor pendukung, tapi kehadirannya sungguh bermakna.
Sebenarnya ada satu lagi film yang dirinya bukan aktor utama, tetapi sangat dominan bahkan namanya dijadikan subjudul atawa tagline: Benyamin vs Drakula. Film itu adalah Drakula Mantu, karya si Raja Komedi Nyak Abbas Akub tahun 1974). Film bergenre komedi horor itu "memaksa" Encing Ben beradu akting dengan Tan Tjeng Bok, si actor tiga zaman.
Begitulah, meski beberapa pernah tidak "menjabat" sebagai actor utama, tetapi kehadirannya mencuri perhatian penonton saat itu.
Tidak selamanya kegiatan Encing Ben ada di dunia seni budaya. Encing Ben selepas dari SMA Taman Madya Jakarta (1958), melanjutkan ke Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat. Anak bungsu yang pernah bercita-cita menjadi pilot-tapi dilarang ibunya-itu pernah juga Krusus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negra (1964). Pernah juga jadi pedagang roti dorong, Kondektur Bus trayek Lapangan Banteng-Pasar Rumput (1959), Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musk Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).
Tapi, semua itu tidak membuatnya surut untuk menjadi seorang entertainer sejati di Indonesia. Sebab, baginya: "Kepuasan adalah suatu kemunduran". Sepertinya, Indonesia masih saja kehilangan sosok Encing Benyamin yang wafat 5 September, 9 tahu lalu. Indonesia masih saja mencari sosok budayawan yang menghibur sekaligus mendidik bangsa.
Jadi, tepat dong kalau, mengutip salah satu kaosnya: "Wanted: Benyamin Sueb, Biang Kerok!"
Sayup-sayup, dari salah satu stasiun swasta, terdengar Encing Ben bernyanyi sendu tapi tetap mengundang tawa di film Tiga Djanggo:
"Djanggo pintar pintar bodo
Djanggo tidak suka baso
Djanggo suka ngangon kebo
Djanggo kalau tidur ngigo"
0 komentar:
Posting Komentar