Fenomena yang berkembang sekarang kalo kita lihat iklan di TV atau Media lainnya tentang "pertarungan" operator selular untuk masalah tarif memang menggiurkan bagi konsumen.Bahkan ada operator yang mengklaim dengan tarif 0,00....1 / detik. Hehehe Gila bener. Tapi apa memnag itu tarif yang sebenarnya atau ada embel-embel lain yang "di hidden " dari konsumen.
Jakarta - Untuk mengkaji perilaku operator, Undang-undang Perlindungan Konsumen bisa dijadikan acuan. Operator bisa dituntut jika janji yang ditawarkan dalam iklan tidak dipenuhi.
Demikian diungkapkan Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Brian Prasetyo, ketika berbincang dengan detikINET, Kamis (13/3/2008).
Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Demikian halnya dengan pelaku usaha, berhak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Lebih lanjut dikatakannya, konsumen harus mengecek sendiri kebenaran tarif yang dijanjikan operator apakah dipenuhi atau tidak. "Berapa lama menelepon, berapa pulsa yang terpakai, sisa pulsa setelah menelepon berapa, lalu bandingkan dengan tarif yang diiklankan. Kalau memang faktanya tidak terpenuhi, berarti operator salah secara hukum dan bisa dituntut," urainya.
Iklan yang menyesatkan, kata Brian, adalah iklan yang membuat seolah-olah konsumen menjadi keliru menafsirkannya. Ada dua pernyataan yang bisa diuji. Pertama, soal harga atau tarif dari jasa. Apakah tarif yang diiklankan tersebut merupakan tarif yang paling murah? Kedua adalah soal kegunaan jasa tersebut. Misalnya, apakah benar tarif yang digembor-gemborkan tersebut memang untuk ke semua operator?
Tarif Harus Jelas
Brian sendiri mengaku bingung melihat iklan tarif 0,00000…1/detik. "Kalau bicara soal tarif harus jelas. Maksud titik-titik itu apa?" tanyanya.
Brian pun tak menampik bahwa sebenarnya ada pembatasan dalam iklan-iklan telekomunikasi. "Namun, pembatasan yang mengurangi informasi secara substansial adalah sebuah bentuk iklan yang menyesatkan konsumen," tandasnya.
Misalnya, di iklan, tulisan tarifnya ditulis besar-besar namun tulisan "info lebih lanjut"-nya ditulis sangat kecil. Dari jarak 100 meter tulisan tarifnya terbaca, tapi yang tulisan kecilnya tidak terbaca. Menurut saya, itu ada unsur menimbulkan kesesatan pada konsumen (keliru-red).
Konsumen Harus Teliti
Konsumen juga harus teliti membaca iklan sebuah produk demi keamanan. Banyak konsumen yang berkarakteristik kurang teliti jika membeli produk yang sudah marak di pasaran seperti produk seluler.
"Biar bagaimanapun, tidak bisa kemudian menjadi alasan bagi si pelaku usaha untuk berkelit dan mengatakan harusnya konsumen baca. Pelaku usaha harusnya juga aware dengan karakteristik konsumen," tandas Brian. ( dwn / dwn )
Dewi Widya Ningrum - detikinet
0 komentar:
Posting Komentar